Jumat, 04 Mei 2018

Masih Membahas Perdirjen 01

Belakangan ini dikalangan perbankan sempat sedikit banyak menarik perhatian mengenai peraturan baru yang dikeluarkan oleh Peraturan Dirjen Pajak No.PER-01/PJ/2015 tentang Pemotongan Pajak Deposito pada 26 Januari 2015, dimana dalam peraturan yang baru tersebut Bank diwajibkan untuk menyerahkan data bukti potongan Pajak Penghasilan (Pph) atas bunga deposito dan tabungan secara rinci. 

seperti diketahui bersama sebelumnya bank hanya melaporkan bukti pemotongan pajak bunga deposito dan tabungan secara menyuruh (grand total dari jumlah deposito dan tabungan yang dikenakan pajak),
dengan berlakunya peraturan Dirjen Pajak sebagaimana dimaksud diatas, maka aparat pajak dapat mengetahui nilai simpanan nasabah, dan bisa saja membuat nasabah tidak nyaman sehingga memilih untuk menempatkan dana disektor lain diluar perbankan atau bahkan pada perbankan diluar negeri. 

Kerisauan saya dan teman teman sebagai praktisi perbankan juga senada dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang berpendapat bahwa pertauran tersebut rentan untuk bersinggungan dengan ketentuan Rahasia Bank yang diatur dalam UU nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan UU nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan. 

Dalam UU tersebut telah diatur jelas bahwa data nasabah bersifat rahasia kecuali untuk kepentingan pemeriksaan, penyidikan dan bukti permulaan. 

Maka, munculah perbedaan pendapat, ada sebagian kalangan praktisi ataupun akademisi perbankan yang meyakinkan bahwa boleh boleh saja diberikan secara rinci jumlah dana pihak ketiga yang dipotong untuk pajak penghasilan namun sebagian lagi mengatakan bahwa jelas hal tersebut tidak boleh dilakukan karena melanggar ketentuan rahasia bank. | sepertinya belum pecah telur juga. 

Sampai pada akhirnya sekarang  Peraturan Dirjen Pajak tersebut diatas akhirnya ditunda untuk batas waktu yang belum ditentukan. 

Sekarang ijinkan saya menguraikan sedikit dari Perkembangan rahasia bank yang selama ini kita kenal didalam UU nomor 10 tahun 1998.

Dikesempatan kali ini saya ingin memberikan pendapat mengenai hal tersebut, tampaknya kita perlu melihat Surat Edaran OJK nomor 14/SEOJK.07/2014 tentang Kerahasiaan dan Keamanan Data dan/atau Informasi Pribadi  Konsumen 

dalam Surat Edaran tersebut diatur secara jelas pada Romawi II angka 1, disebutkan

"PUJK dilarang dengan cara apapun, memberikan data dan/atau informasi pribadi mengenai konsumennya kepada Pihak Ketiga"

namun dalam angka 2 disebutkan bahwa :  

"larangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dikecualikan dalam hal :
 a. Konsumen memberikan persetujuan tertulis; dan/atau 
b. diwajibkan oleh Peraturan Perundang Perundangan."

jadi ada babak baru dari "Rahasia bank" kali ini, PUJK bisa meminta persetujuan tertulis kepada konsumen iagar dapat memberikan data dan nformasi Pribadi konsumen kepada pihak ketiga, dengan catatan PUJK memiliki kewajiban memastikan pihak ketiga dimaksud tidak memberikan dan/atau informasi pribadi konsumen untuk tujuan selain yang disepakati antara PUJK dengan pihak ketiga. (ketentuan mengenai data dan informasi apa saja yang dimaksud, juga dijelaskan dalam surat edaran ini).

Poin penting yang wajib diperhatikan adalah bahwa PUJK wajib menetapkan kewajiban dan prosedur tertulis mengenai penggunaan data dan/atau informasi pribadi konsumen.

Akhir kata, semoga Surat Edaran OJK ini bisa memberikan pencerahan. 

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon