Jumat, 04 Mei 2018

LDR menjadi LFR

Tags


Dalam praktek ALMA, dikenal beberapa rasio-rasio dan salah satu rasio yang paling penting adalah rasio Loan to Deposit Ratio (LDR). Selain digunakan untuk mengukur seberapa optimal pengelolaan dana yang dihimpun bank kedalam sektor kredit, LDR juga digunakan sebagai alat ukur likuiditas suatu bank. Sumber dana bank pada umumnya mayoritas berasal dari dana pihak ketiga yang dihimpun bank, yang kemudian akan disalurkan kepada aktiva produktif (aktiva produktif yang paling signifikan pada umumnya adalah kredit). Jadi sederhananya, jika Rasio LDR semakin rendah maka dapat dikatakan banyak dana nganggur yang belum tersalurkan dalam bentuk kredit yang diberikan,  tetapi disisi lain bank memiliki kemampuan likuiditas yang prima.
Sebaliknya, apabila LDR terlampau tinggi, maka penyaluran dana pihak ketiga terhadap kredit sangat optimal, namun kemampuan likuiditas bank mejadi kurang baik.

Kabar baik sekarang ini adalah, bahwa ketentuan LDR akan diubah oleh BI dan rencananya beleid akan mulai berjalan pada Juni 2015. LDR yang kita kenal selama ini akan digantikan dengan istilah Liquidity Funding Ratio (LFR). Dalam perhitungan LFR, definisi simpanan diperluas dan ditambahkan variabel surat-surat berharga yang diterbitkan oleh bank, jadi bank juga dapat lebih leluasa menyerap dana masyarakat dalam bentuk liabilitas surat-surat berharga. 

Saya berpendapat, langkah yang diambil BI ini adalah untuk memberikan ruang gerak lebih bagi bank dalam menyalurkan kredit, terutama untuk sektor UMKM. Hal ini tercermin dari ketentuan LFR yang diperbolehkan hingga 94%. Namun perlu diingat jika ingin mencapai LFR sampai maksimal 94%, ketentuan tersebut juga mewajibkan bank menjaga rasio NPL-nya. Rasio NPL baik secara gross maupun NPL untuk sektor UMKM tidak melebihi 5%. 

Semoga dengan adanya aturan ini bank semakin bergairah dalam menghimpun dana masyarakat dalam bentuk surat-surat berharga dan menyalurkan kredit yang berkualitas secara umumnya, lebih serius lagi memperhatikan sektor UMKM, dan motivasi untuk terus menekan rasio NPL, meski hingga memasuki semester II 2015 ini perekonomian Indonesia cenderung lesu.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon